Print Friendly and PDF

Pelaksanaan Global Seafood Market Conference di Miami, Florida

  February 13, 2014. Category: general

Pada tanggal 14-16 januari 2014, Atase Perdagangan KBRI Washington DC menghadiri konferensi Global Seafood Market Conference (GSMC) yang diadakan oleh NFI (National Fisheries Institute). Organisasi ini merupakan sebuah yayasan nirlaba yang beranggotakan para importir, pengolah, industri, retail, restoran, ilmuwan di bidang seafood di Amerika Serikat. Oleh karenanya NFI berkepentingan agar terjadi keseimbangan pasokan seafood dan kebutuhan konsumen. Organisasi ini juga aktif sebagai lembaga advokasi agar kebijakan pemerintah Amerika Serikat tidak merugikan perdagangan seafood di Amerika Serikat. NFI secara intensif mensosialisasikan dan mengedukasi isu kesehatan, sustainability dan nutrisi seafood. Setiap tahun NFI mengadakan pertemuan dan konferensi para anggota untuk membahas kinerja industry dan perdagangan seafood tahun berjalan dan melihat tren ke depan baik secara global maupun di Amerika Serikat. NFI Annual Global Seafood Market Conference dalam pandangan kami merupakan forum yang sangat baik untuk diikuti oleh para eksportir Indonesia yang melakukan ekspor ke Amerika Serikat. Banyak informasi, data dan tren yang dibahas yang penting untuk bahan kajian, review dan strategi kedepan para eksportir. Tahun ini GMSC diadakan di kota Miami, Florida pada tanggal 14-16 januari 2014. Tahun depan akan dilaksanakan di kota Las Vegas, Nevada. Website NFI dapat diunduh di: www.aboutseafood.com

GSMC terbagi dalam rapat pleno dan sesi panel dimana para nara sumber memberikan paparan menarik dan bermanfaat, termasuk menyediakan berbagai data ekonomi, sosial dan demografis serta tren dan perubahan yang mempengaruhi pasaran seafood dunia dan Amerika Serikat Sidang pleno membahas beberapa topik, yaitu: Commodity Outlook, Global Economic Outlook dan dampaknya terhadap komoditas; Survei mengenai the Seafood Landscape 2014, Seafood Preference and Trends Across Generation Group, dan US Seafood. Untuk panel, sesi terbagi atas pembahasan soal udang, ikan (Tuna, Salmon, Mahi, Swordfish, Cod, Haddock, Pollock, Grouper, Snapper, Tilapia, Pangasius) dan jenis kerang-kerangan (shell, mussels, oyster, calms, crawfish, snow crab, lobster).

Ada beberapa poin penting yang dapat digaris bawahi pada bahasan yang terkait dengan ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat, yaitu yang pertama mengenai udang, dimana telah terjadi perubahan komposisi produsen dan market share dalam dua tahun terakhir. Produksi Thailand menurun diakibatkan oleh penyakit EMS (Early Mortality syndrome) hingga -40%. India dianggap sebagai negara “penyelamat” pasokan, karena kebijakan mengalihkan produksi black tiger menjadi vanamee sehingga India mengalami lonjakan produksi 400%, Indonesia 64%, Ekuador (tetap/stabil). Produksi di RRT menurun sekitar 73% sedangkan kebutuhan meningkat dan menyedot suplai dunia. Untuk tahun 2013 RRT menjadi penentu suplai dunia. Seperti pasar Amerika harga udang meningkat , karena permintaan baik walaupun suplai dikhawatirkan tidak terlalu menggembirakan karena banyaknya permintaan dari berbagai negara, terutama RRT. Negara eksportir yang dianggap berkinerja paling baik adalah Indonesia, sedangkan negara yang dianggap berkinerja paling buruk adalah Meksiko.

Yang kedua mengenai high-end tuna dimana di Jepang permintaanya meningkat karena perbaikan ekonomi dan menguatnya Yen (Abenomics’ factor). Faktor perubahan iklim turut mempengaruhi tangkapan tuna dan mempengaruhi produksi tuna kaleng. Dari segi harga di Amerika Serikat saat ini tuna harganya rendah sehingga banyak importir yang melakukan stok sebelum harga menjadi normal. Amerika Serikat mengimpor paling banyak produk tuna beku dari Indonesia dimana hamper setengahnya, disusul dari Vietnam, Filipina, Thailand dan lainnya. Sementara itu, Filipina adalah negara pengekspor tuna segar tertinggi ke Amerika Serikat. Adapun perbandingan harga segar dan frozen (jenis “Loin”) mencapai 2 hingga 3 kali lipat. Pada saat pembahasan mengenai ikan, dibahas pula isu yang mengganjal saat ini yaitu impor CO (Carbon Monoxide) treated tuna yang belum jelas statusnya. Anggota NFI mendorong agar NFI mengambil peran yang lebih besar dalam isu ini.

Selanjutnya yang ketiga mengenai snapper dan grouper (lujtanidae). Indonesia merupakan produsen terbesar di dunia, dan mengalami peningkatan pesat dalam sepuluh tahun terakhir sebelum akhirnya menjadi eksportir utama sejak tahun 2006. Untuk pasar Amerika Serikat, Amerika mengimpor lebih banyak fresh dari pada frozen. Impor Snapper dari Indonesia ke Amerika Serikat relatif stabil (tinggi) pada periode Mei  2011 hingga Januari 2013 dan mencapai puncaknya pada bulan Januari 2012 – hampir 700.000 ton (terutama fillet). Isu yang mengemuka dari jenis/keluarga lujtanidae adalah penyalahgunaan nama dan harga dalam menu di restoran (misleading termilogy) untuk menaikkan keuntungan. Hal ini menjadi masalah serius dan dapat mengancam pasar jenis ikan ini. Hal ini dikarenakan business practice yang tidak etis. Saat ini diadakan tes DNA real time untuk menentukan jenis keluarga ikan ini dan semakin digunakan secara luas. Dalam paparan panel, Indonesia disebut secara khusus, karena produksi yang meningkat sehingga dipantau dengan seksama dari segi sustainability.

Industri seafood harus cerdas dan tanggap dalam menjawab tantangan saat ini terkait dinamika harga komoditas yang dapat mempengaruhi harga pakan ternak dan ikan. Sedangkan untuk pelaku industry seafood itu sendiri harus tanggap terhadap persaingan, bukan antar pelaku, namun lebih pada cross-sectoral (daging ayam, babi, sapi, dan produce (buah-buahan, sayur-sayuran)). Saat ini pertumbuhan pendapatan produce yang paling tinggi (8% growth) sedangkan seafood 6%. Oleh karena itu pelaku dunia seafood harus lebih aktif bekerjasama dengan retail agar konsumen lebih tertarik membeli seafood dari pada sumber nutrisi lainnya.

Sumber : Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington D. C.